Ada satu penyataan yang bikin bener-bener mikir saat kemarin
ikutan ngedampingin siswa buat ikutan lomba sebagai duta gitu. Secara ga
langsung, Cuma bisa mengambil kesimpulan bahwa si pembicara ga punya
pengetahuan lebih soal kuliner Nusantara yang emang sih banyak banget ragamnya.
Terkadang, untuk satu makanan dengan bentuk, rasa, dan penyajian yang sama,
memiliki sebutan yang berbeda. Tapi kali ini bisa dikatakan salah 100%. Menurut
kalian, samakah antara cireng yang merupakan makanan khas suku Sunda, Jawa
Barat dengan pempek dos, kuliner asal Palembang, Sumatera Selatan?
![]() |
pempek dos (sumber: google) |
Buat yang baca catatan ini –terutama yang tau banget
bagaimana bentuk fisik dan rasa dari kedua makanan tersebut- pasti akan
mengatakan makanan itu sangat berbeda satu dan lainnya. Tapi tidak untuk salah
seorang duta dari kegiatan yang aku ikuti kemarin. Dari gelagat bicaranya,
sepertinya ini anak ga tau gimana bentuk dari cireng. Sebab, dia langsung
ngambil kesimpulan kalo itu makanan sama dengan pempek dos. Ya ampun, kasian
bener ini anak!
![]() |
cireng (sumber: google) |
Kebetulan aja kemarin, aku duduk dengan guru pembimbing dari
sekolah yang lain yang ternyata asli Sunda! Nah lo! Otomatis dia langsung
komentar dong. Masa iya cireng disamain dengan pempek dos. Si ibu Cuma bisa
ketawa –ga enak- karena kudapan asal daerahnya disamaratain dengan kuliner
dengan daerah lain. Dari situ aku langsung kepikiran bahwa anak sekarang
kayaknya ga terlalu banyak tau dengan aneka ragam kuliner Indonesia. Mereka
mungkin sudah terlalu asyik bersantap makanan siap saji dari negeri luar yang
belakangan banyak menyerbu masuk ke Indonesia. Tapi sekali lagi, apakah sampai
harus separah itu?
Secara bahan yang digunakan, memang ada yang sama. penampilan luar pun jika kita tak begitu jeli melihat, juga sama. Tapi kesamaan itu bukan berarti beneran sama dong. Pempek dimakan bersama cuka, sedangkan cireng juga ada bahan cocolannya tapi bukan dari cuka. Pempek sebagian besar menggunakan bahan tambahan ikan. walaupun ada juga juga pempek yang tanpa menggunakan ikan. Sedangkan cireng hanya menggunakan bahan dasar tepung sagu.
Cuma, yang bikin rada gedeg dengernya itu, si Duta mengatakannya
dengan nada yang sedikit –gimana ya mengungkapkannya- meremehkan, mungkin.
Karena ngomongnya sambil ketawa-ketawa ga jelas dengan lawan bicaranya. Barangkali
bagi yang membaca catatan ini, beranggapan kalo aku terlalu perasa. Tapi,
sebagai seseorang yang bergelut di dunia bahasa –dan emang sensitif kok- itu
seperti mencemooh atau lebih tepatnya meremehkan. Hal-hal yang seperti inilah
yang terkadang luput dari kesadaran si pembicara.
Pada akhirnya, kejadian yang kemarin terjadi justru seperti
cermin buat aku sendiri. Bahwasanya, jika kita tak begitu tau akan suatu hal
atau kondisi, lebih baik mengaku bahwa kita tidak mengetahuinya daripada sok
pinter tapi salah total. Malu mengakui kekurangan kita itu lebih baik daripada
sok pinter tapi justru menjerumuskan diri sendiri.
Catatan: tulisan ini
hanya sebagai pengungkapan suatu peristiwa tanpa ingin menyudutkan pihak-pihak
yang sekiranya terkait dalam cerita di atas. Jangan terlalu terpaku pada objek
yang diceritakan, tapi fokuslah dengan amanat yang ada dalam cerita.
No comments:
Post a Comment