Wednesday, December 29, 2010

Artikel Lepas

Penampilan Gaul Ala Mahasiswa FKIP

Oleh: Patrisia Merly

Apa yang sekiranya bisa Anda tangkap dan bayangkan saat seseorang menyebutkan ‘Mahasiswa FKIP’? Sudah bisa ditebak, dapat dipastikan segera muncul sebuah sketsa dimana terlihat seorang mahasiswa yang tercermin dari pakaian yang dikenakannya, stelan kemeja ditambah lagi bawahan yang berbahan dasar kain atau biasa disebut celana/rok dasar, serta sepatu pantofel sebagai alas kakinya dalam benak Anda. Namun, apakah tata busana itu masih bisa kita temukan sebagai cerminan seorang mahasiswa FKIP pada masa sekarang?

Guru. Sebuah kata sakti yang sangat berpengaruh dalam mewujudkan sebuah generasi yang madani. Cerminan seseorang yang intelektual bagaikan sebuah perpustakaan berjalan. Tertata, wibawa, sopan santun, dan juga bijaksana. Sungguh manusia yang sempurna dalam bayangan alam sadar kita. Wajar, bila kita menyebutnya demikian. Dan itu pun bisa kita buktikan dari para generasi tua, para guru yang tak mampu pula untuk menghitung seberapa lama ia berdiri memberikan segala petuah demi mentransfer ilmu yang dimilikinya. Karena emang mereka adalah sosok yang akan digugu oleh anak didiknya. Maka, memang sudah seharusnya memiliki penampilan yang sopan dan santun.

Namun, apakah sosok yang bersahaja tersebut akan tetap bisa kita temui dalam 20 tahun kedepan? Sedangkan saat ini, mahasiswa FKIP banyak yang berubah menjelma bak seorang model laiknya tengah melakukan pagelaran busana. Celana pensil, kaus press body, bahkan juga legging yang dipadupadankan dengan sepatu hak tinggi, dan berbagai macam mode dalam berbusana yang dikenakannya. Padahal, sudah jelas mereka tercatat sebagai mahasiswa FKIP!

Dari beberapa orang mahasiswa yang ditanyakan mengenai hal tersebut, kebanyakan mereka memberi jawaban bahwa mereka pun tak ingin ketinggalan zaman dalam berbusana. Dan bahkan merasa lebih percaya diri bila berpenampilan seperti itu. Merasa tak dipandang remeh lagi oleh mahasiswa dari fakultas lain hanya karena menyandang label sebagai 'mahasiswa FKIP'.

Tak bisa dipungkiri, kemajuan zaman membuat perubahan besar disegala bidang. Ekonomi, industri, politik, hingga pendidikan. Serta tren mode dalam berpakaian. Jika dulu ditemukan seorang mahasiswa berlenggak-lenggok dengan centilnya menuju kampus, sudah bisa dipastikan bahwa ia bukanlah satu dari mahasiswa FKIP. Mengapa? Karena jelas, itu bukan cara berbusana dari golongan kaum terpelajar. Namun kenyataan yang ada saat ini, silahkan kita mencari tahu tanpa harus menebak kepastiannya sendiri. Sebab semua itu telah nyata tercermin didepan mata.

Drs. A. Muhibbin, M.Si. selaku wakil dekan III FKIP Universitas Muhammdiyah Surakarta mengatakan bahwa untuk mengikuti Ujian Tengah Semester (UTS), mahasiswanya dilarang untuk mengenakan pakaian dengan berbahan dasar jeans. Jika peraturan ini dilanggar, maka mahasiswa yang bersangkutan akan dikenakan sangsi tidak boleh mengikuti ujian tersebut. Meskipun ini baru sebagai sebuah wacana untuk menertibkan mahasiswa FKIP agar terlihat lebih rapi, sopan, serta dapat menutup auratnya, namun cukup memberikan dampak yang luar biasa. Meskipun dapat dipastika pro dan kontra akan terjadi dibalik pemberlakuan peraturan tersebut.

Ditambahkan pula dengan pemberitaan dari Harian Joglo Semar yang terbit pada 16 April 2010 yang dilansir melalui http://harianjoglosemar.com. Artikel berjudul Calon Guru Harus Rapi yang ditulis oleh Mulato dan Dwi ini, justru lebih menekankan lagi bahwa seorang calon guru itu harus terlihat rapi. Meskipun ia seorang mahasiswa pendidikan olahraga sekalipun, tetap harus berpenampilan yang rapi dan sopan serta santun. Bukan berarti jika ia tercatat sebagai mahasiswa FKIP pendidikan olahraga, maka ia bisa mengubah tatanan diri semaunya dengan rambut gondrong dan kaos oblong jika akan pergi ke kampus untuk menuntut ilmu. Itu sebuah pemikiran yang salah besar! Sekali lagi dikatakan, seorang guru adalah panutan bagi anak didik yang akan diajarkannya.

Ditambahkan pula oleh Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan dan Ilmu Keguruan Universitas Veteran (Univet) Bantara Sukoharjo, Drs Agus Sudargono MSi, mengungkapkan, perlu adanya semacam penanaman disiplin sejak dini oleh mahasiswa, termasuk dalam gaya berpakaian dan penampilan. Hal ini perlu dilakukan agar jika mahasiswa terjun pada dunia kerja, mahasiswa terbiasa dengan kedisiplinan. Apalagi mahasiswa FKIP.

Kuncinya, Percaya Diri

Memang, kita jangan pernah menilai seseorang hanya dari sampul luarnya saja. Tapi, bagaimana pula hal itu tak sampai mampir didalam benak kita. Dengan cara berbusana seperti itu, apakah mereka sebenarnya telah benar-benar mengabdikan dirinya untuk menjadi seorang guru yang baik? Wajar saja, karena fakultas FKIP kini menjadi sorotan dan serbuan banyak orang. Dengan satu alasan pasti, "Untuk memperbaiki taraf hidup dimasa depan."

Sesungguhnya, tata busana rapi seperti itu sangat diperlukan untuk sekaligus melatih para calon tersebut untuk membiasakan diri sedini mungkin mengenai kehidupan masa depan yang akan dihadapinya. Sebagai seorang yang memiliki intelektual, sudah sepatutnya seorang mahasiswa, terutama mahasiswa FKIP, memunculkan ciri tersendiri dari segi berbusana mereka.

Meskipun jika nanti diterapkan sebuah peraturan mengenai kerapihan dalam berbusana bagi mahasiswa FKIP, bisa dipastikan akan muncul pro dan kontra. Mungkin tak akan menjadi sebuah masalah besar jika mahasiswa pria menggunakan celana dasar dalam mengikuti perkuliahannya. Namun, bagaimana dengan para mahasiswinya? Tidak semua mahasiswi yang suka mengenakan rok. Terlalu ribetlah, membuat ruang gerak terbatas, dan banyak lagi alasan yang akan dilontarkan.

Sebenarnya, bukanlah hal yang sulit untuk mendapatkan penampilan yang rapi, sopan, namun tetap enak dipandang mata. Khususnya bagi mereka yang mengenakan kerudung. Selain aurat terjaga, kepercayaan diri pun tak akan luntur. Kita bisa melihat bagaimana para guru berbusana di beberapa kota besar di Indonesia. Mengadopsi bagaimana cara mereka berpakaian dengan menggunakan pakaian berbahan dasar cyfon atau katun atau beberapa jenis kain lainnya yang mudah jatuh, tetap bisa menampilkan kesan eksotis tersendiri. Dipadukan pula dengan blazer sebagai atasannya. Belum lagi ditambah dengan jilbab berwarna senada. Akan menambah cantik yang mengenakannya. Barangkali mungkin sekilas hampir mirip dengan penampilan seorang pegawai Bank, namun bukankah itu tetap terlihat lebih baik ketimbang menggunakan jeans? Sedangkan untuk pria, rasanya tak terlalu seribet wanita dalam memilih pakaian dalam berbusana. Dengan kemeja lengan panjang atau pendek, mahasiswa pun bisa juga terlihat berwibawa dengan pembawaan seperti itu. Namun sesungguhnya, yang akan membuat kita menjadi lebih baik adalah bagaimana seorang mahasiswa itu bisa menampilkan kepercayaan dirinya. Karena tak dapat dipungkiri lagi, dengan menggunakan jeans ketat, rasa percaya diri seseorang tanpa disadari bisa terdongkrak.

Seolah, ini seperti sebuah permainan. Mahasiswa FKIP tak mau lagi dicap kuno oleh mahasiswa dari fakultas lain yang lebih terdengar 'wah' bagi orang banyak. Dan itu dianggap bagaikan sebuah kekalahan telak hanya karena model pakaian mereka yang tidak update. Miris, bahkan lebih bisa dibilang menyedihkan. Namun, itulah kenyataan sekarang. Mode lebih bertahta ketimbang sebuah aturan.

No comments:

Post a Comment

Jangan sebut kami BENGAK!

hari ini, dengan lantangnya, ia berkata, "Guru-guru di sini bengak !" aku yang hanya bisa mendengarkan dari dalam ruang guru, ter...