Wednesday, September 28, 2016

Simpati dan empati?

Rasanya menyebalkan sekali ya, Cantik, saat kita melakukan pekerjaan tapi sebenarnya itu bukan tanggung jawab kita. Dengan seenaknya saja oknum yang semestinya bertugas melimpahkan tanggung jawabnya. Mau dikerjain dengan seikhlas mungkin, tapi ga rela rasa hati. Ntar giliran berhasil apa yang kita kerjain, eh yang dapat nama justru si oknum tadi. Rasanya pengen ngancurin tembok Cina sekalian buat bisa ngeluarin rasa kesal dan amarah yang ada.
Begini amat ya Cantik kalo jadi bawahan. Udah posisi di bawah, dari segi usia juga masih muda, lengkap penambah penderitaan. Alasan yang paling sering dilontarkan kalo sudah ada suatu pekerjaan yang kayaknya lumayan berat atau rumit sedikit, langsung deh si oknum bakal ngomong, "Yang muda ajalah. Pasti lebih gesit ngerjainnya. Trus itu apa lagi pake ngirim email-email segala. Ga paham saya." Anteng banget alasannya -_-
Yang paling nambah penderitaan batin -secara udah ga bisa ikhlas ngerjain tugasnya, trus liat yang ngelimpahin tugas itu sok sibuk banget dengan urusannya- jadi makin gondok hati.
Model manusia seperti aku ini ya, Cantik, sulit untuk menolak suatu perintah. Apalagi kalo udah kentara banget kemampuannya emang disitu. Mau ditolak gimana juga, yang ada malah si oknum bakalan ngadu dengan manis dengan yang lebih atas lagi. Sip, tambah jadi deh penekanan batin saya T.T
                                                                           ~~~~~~~~~~~
Kita sesama manusia itu hendaknya sama-sama saling mengerti apa yang tengah dilakukan oleh teman kita. Kalo si 'korban' sudah mengutarakan penolakannya, kenapa kita masih saja memaksakan kehendak kita. Setiap penolakan yang diutarakannya sudah pasti ada alasannya. Dengarkan dengan baik. Bukan hal yang baik melimpahkan tanggung jawab sendiri kepada orang lain dengan alasan pribadi -yang terkadang ga masuk akal bahkan kesannya seperti dibuat-buat- padahal, pasti mereka juga ada pekerjaan lain yang juga ingin ia selesaikan.
Jangan sampai orang yang kita minta bantuannya -dengan sedikit memaksa- itu nanti jadi dongkol hati dan ga mau lagi menerima pelimpahan tugas Anda selanjutnya.
Kita sangat ingin dimengerti, tapi enggan untuk mengerti orang lain. Istilah kata, iya benar, kita makhluk sosial yang butuh bantuan dari orang lain, ga bisa hidup tanpa orang lain, tapi ga berarti juga malah nambahin beban kesulitan orang lain. Asahlah sikap simpati dan empati kita lebih lanjut lagi. Zaman sekarang, sepertinya dua hal itu, bahkan mungkin lebih dari dua nilai itu, perlu diasah dan disadarkan kembali. Banyak orang-orang disekitar kita yang rasa kepedulian, simpatinya, empatinya, tak lagi menjadi peka.
Orang-orang menjadi lebih individualistis, arogan terhadap yang lain. Kalo pun ada rasa kepeduliannya, hanya karena faktor ingin memberitahukan kepada orang banyak bahwa dia adalah sosok yang peduli, yang rela berbagi demi sesama. Jenis manusia bertopeng!
Sudahlah, jika ini dilanjutkan lebih banyak lagi, nanti malah ada kata yang tak semestinya keluar dair benak ini, Cantik. Untuk sementara dan mungkin untuk selanjutnya, aku memang harus banyak mempertebalkan kesabaran, Cantik. Mau tidak mau!
Ayo, Cantik, kita mengasah simpati dan empati kita supaya lebih peka lagi. Kita tidak boleh hanya sekedar bisa menyarankan dan menyuruh orang lain, tapi tak bisa menerapkannya pada diri sendiri. Baiknya, kita merenung lebih dalam lagi, Cantik.

No comments:

Post a Comment

Jangan sebut kami BENGAK!

hari ini, dengan lantangnya, ia berkata, "Guru-guru di sini bengak !" aku yang hanya bisa mendengarkan dari dalam ruang guru, ter...