Sunday, September 4, 2016

Mapel Bahasa Indonesia itu, SURAM!

Percayalah denganku, Cantik! Kalo jadi guru bahasa Indonesia itu ga terlalu menyenangkan seperti yang kamu bayangkan! Buktinya, kamu bakalan ditanyain melulu, "kenapa juga harus belajar bahasa Indonesia? Padahal kan udah bahasa sendiri? Udah sering dipake?" Yakin, kamu kuat kalo nerima pertanyaan yang sama seperti itu terus menerus? Belum lagi yang lain ikutan komentar ,"Apa sih itu kalimat pasif, kalimat aktif? Emang ada gitu kalimat yang diam di tempat sama yang suka jalan-jalan?"

Sudahlah, cantik.  Lebih baik kamu pilih saja jurusan lain yang lebih bergengsi, yang lebih ‘wah’ gitu kalo orang-orang pada nanyain kamu kuliah di jurusan apa. Aku ga ada maksud juga sih buat menciutkan niatmu jika memang tekadmu sudah bulat. Tapi, sekedar berbagi saja Cantik dengan pengalaman yang aku alami.
Kali ini, aku mendapat pernyataan ga langsung dari salah satu siswaku yang bilang bahwa pelajaran bahasa Indonesia itu adalah pelajaran suram! Coba kamu camkan itu, Cantik? Suram! Aku ga bohong. Luapan dari hati itu aku dapatkan saat aku mengoreksi tugas menulis narasi dari siswaku. Yang lain menulis dengan biasa. Ga ada yang mencolok. Semua menumpahkan buah pikirannya sesuai dengan yang aku perintahkan. Tapi, tidak dengan yang satu ini. Pada judulnya saja, dia dengan jelas menuliskannya dalam bahasa asing. Kemudian, pada bagian penutup tulisannya, dia menyatakan kalo pelajaran bahasa Indonesia itu pelajaran yang suram. Jujur, aku sedih banget dapat pengakuan seperti itu.
Waktu dia nanya kenapa kok tugasnya dicorat-coret dengan hasil koreksianku, dia bilang kalo bahasa asing itu lebih kekinian! Baiklah, itu artinya, bahasa Indonesia itu jadul, ga gaul, ga kekinian, ga bangetlah pokoknya.
Terus, pas aku tanyain lagi dengan pernyataannya di akhir bagian tulisan, dia cuma nyengir kuda, trus kabur menjauh. Dan aku cuma bisa senyum pahit dihadapan teman-teman satu kelasnya.
Marah? Ga bisa, Cantik. Aku harus bisa menahan diri. Kan itu udah seperti curahan hati terdalamnya dia. Kalo memang dia mengganggap pelajaran bahasa Indonesia itu adalah pelajaran yang ga menyenangkan alias suram, belum lagi guru yang ngajarin itu ga asyik --model aku gini, Cantik-- udah pasti  ga bakalan ada yang serius nerima pelajaran.
Terkadang, aku suka bertanya pada diri sendiri, Cantik. Kenapa juga kemaren aku mau ngambil jurusan pendidikan Bahasa Indonesia pas kuliah? Bukannya nerusin dasar ilmu Farmasi yang sudah aku terima pas dibangku SMF --sekarang SMK-- ? Toh gengsi profesinya lebih ciamik ketimbang cuma jadi guru bahasa Indonesia doang, Cantik. Tapi... aku ga mau menyesalinya. Bukankah setiap langkah yang kita lakukan itu harus dengan pertimbangan terlebih dahulu biar ga nyesel kan ya?
Cuma bisa senyum simpul aja sekarang, Cantik. Lagian, mau gimana coba? Aku tuh udah mencoba berusaha jadi guru yang baik, yang pengertian, yang kekinian juga seperti yang kayak mereka sebut-sebut itu. Ato jangan-jangan, emang aku ga cocok kali ya jadi seorang guru, Cantik?

Jadi dokter, bankir, ato yang lain gitu. Kan lebih ‘wah’ ya kedengarannya? 

No comments:

Post a Comment

Jangan sebut kami BENGAK!

hari ini, dengan lantangnya, ia berkata, "Guru-guru di sini bengak !" aku yang hanya bisa mendengarkan dari dalam ruang guru, ter...