Percayalah denganku, Cantik! Kalo jadi guru bahasa Indonesia itu ga terlalu
menyenangkan seperti yang kamu bayangkan! Buktinya, kamu bakalan ditanyain
melulu, "kenapa juga harus belajar bahasa Indonesia? Padahal kan udah
bahasa sendiri? Udah sering dipake?" Yakin, kamu kuat kalo nerima
pertanyaan yang sama seperti itu terus menerus? Belum lagi yang lain ikutan
komentar ,"Apa sih itu kalimat pasif, kalimat aktif? Emang ada gitu
kalimat yang diam di tempat sama yang suka jalan-jalan?"
Sudahlah, cantik. Lebih baik kamu
pilih saja jurusan lain yang lebih bergengsi, yang lebih ‘wah’ gitu kalo
orang-orang pada nanyain kamu kuliah di jurusan apa. Aku ga ada maksud juga sih
buat menciutkan niatmu jika memang tekadmu sudah bulat. Tapi, sekedar berbagi
saja Cantik dengan pengalaman yang aku alami.
Kali ini, aku mendapat pernyataan ga langsung dari salah satu siswaku
yang bilang bahwa pelajaran bahasa Indonesia itu adalah pelajaran suram! Coba
kamu camkan itu, Cantik? Suram! Aku ga bohong. Luapan dari hati itu aku
dapatkan saat aku mengoreksi tugas menulis narasi dari siswaku. Yang lain
menulis dengan biasa. Ga ada yang mencolok. Semua menumpahkan buah pikirannya
sesuai dengan yang aku perintahkan. Tapi, tidak dengan yang satu ini. Pada
judulnya saja, dia dengan jelas menuliskannya dalam bahasa asing. Kemudian,
pada bagian penutup tulisannya, dia menyatakan kalo pelajaran bahasa Indonesia
itu pelajaran yang suram. Jujur, aku sedih banget dapat pengakuan seperti itu.
Waktu dia nanya kenapa kok tugasnya dicorat-coret dengan hasil
koreksianku, dia bilang kalo bahasa asing itu lebih kekinian! Baiklah, itu
artinya, bahasa Indonesia itu jadul, ga gaul, ga kekinian, ga bangetlah
pokoknya.
Terus, pas aku tanyain lagi dengan pernyataannya di akhir bagian tulisan,
dia cuma nyengir kuda, trus kabur menjauh. Dan aku cuma bisa senyum pahit
dihadapan teman-teman satu kelasnya.
Marah? Ga bisa, Cantik. Aku harus bisa menahan diri. Kan itu udah seperti
curahan hati terdalamnya dia. Kalo memang dia mengganggap pelajaran bahasa
Indonesia itu adalah pelajaran yang ga menyenangkan alias suram, belum lagi
guru yang ngajarin itu ga asyik --model aku gini, Cantik-- udah pasti ga bakalan ada yang serius nerima pelajaran.
Terkadang, aku suka bertanya pada diri sendiri, Cantik. Kenapa juga
kemaren aku mau ngambil jurusan pendidikan Bahasa Indonesia pas kuliah?
Bukannya nerusin dasar ilmu Farmasi yang sudah aku terima pas dibangku SMF
--sekarang SMK-- ? Toh gengsi profesinya lebih ciamik ketimbang cuma jadi guru bahasa Indonesia doang, Cantik.
Tapi... aku ga mau menyesalinya. Bukankah setiap langkah yang kita lakukan itu
harus dengan pertimbangan terlebih dahulu biar ga nyesel kan ya?
Cuma bisa senyum simpul aja sekarang, Cantik. Lagian, mau gimana coba?
Aku tuh udah mencoba berusaha jadi guru yang baik, yang pengertian, yang
kekinian juga seperti yang kayak mereka sebut-sebut itu. Ato jangan-jangan,
emang aku ga cocok kali ya jadi seorang guru, Cantik?
Jadi dokter, bankir, ato yang
lain gitu. Kan lebih ‘wah’ ya kedengarannya?
No comments:
Post a Comment