Tuesday, March 8, 2011

5 Menara _impian_


Sumpe deh! Aku suka banget sama nih buku. Inspiratif bener! Awalnya, aku cuma bisa dengerin oarng-orang komen soal nih buku. Penasaran akhirnya bisa baca langsung deh (maklum, nyari pinjeman dulu. hehehe :)) Hampir sama dengan tetraloginya Andrea Hirata, isinya mengupas soal pendidikan. Tapi bedanya, yang ini lebih agamis. Selain itu, kata-kata motivasinya bejibun, Jok! Ngga salah orang-orang pada heboh!

Novel 5 Menara karya A. Fuadi ini kental juga sama budaya yang ada di Indonesia. Berhubung yang nulis masih urang awak juo, lah rancak sin sado alahe. Uhui... (keluar deh minangnya)

Oke lah. Kayaknya perlu juga aku membuat sedikit ringkasan ceritanya. Jadi, kalo aku lupa, minimal kalo baca ringkasannya, bisa nyambung langsung deh.

Orang berilmu dan beradab tidak akan diam di kampung halaman

Tinggalkan negerimu dan merataulah ke negeri orang

Merantaulah, kau akan dapatkan pengganti dari kerabat dan kawan

Berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa setelah lelah berjuang.

Aku melihat air menjadi rusak karena diam tertahan

Jika mengalir menjadi jernih, jika tidak, kan keruh menggenang

Singa jika tak tinggalkan sarang tak akan dapat mangsa

Anak panah jika tidak tinggalkan busur tak akan kena sasaran

Jika matahari di orbitnya tidak bergerak dan terus diam

Tentu manusia bosan padanya dan enggan memandang

Bijih emas bagaikan tanah biasa sebelum digali dari tambang

Kayu gaharu tak ubahnya seperti kayu biasa

jika di dalam hutan.

-Imam Syafii-

Semua bermula saat Alif hendak mendapatkan pesan dari seseorang yang bernama Batutah. Padahal, ia sama sekali tak kenal seorang pun dengan nama tersebut. Namun, saat Batutah memperkenalkan dirinya sebagai Menara Keempat, Alif seolah ditarik pada kenangannya pada masa lalu. Sebuah masa yang sangat sulit untuk dilupakan.

***

Semua bermula karena keinginan yang ditentang. Terlalu kasar jika dinyatakan demikian, namun ada baiknya diganti saja dengan sebuah keinginan yang tidak direstui. Meskipun berhasil keluar sebagai peraih nilai terbaik sek-Kabupaten Agam, namun cita-citanya untuk melanjutkan sekolah ke SMA tak mendapat respon yang baik dari amaknya. Aamak Alif menginginkan agar dirinya bisa melanjutkan pendidikan ke sekolah yang berbasis agama. Karena memang begitulah impian amak. Sejak ia masih di dalam kandungan, amak telah mengucap janji akan menyekolahkan anak lelakinya ke sekolah agama. Agar bisa menjadi seseorang yang baik dalam agamanya. Apalagi keluarga amak cukup kuat dengan agama.

Karena cita-citanya tak direstui untuk masuk ke SMA negeri seperti yang ia dan Randai, sahabatnya sedari kecil, Alif melakukan aksi ngambek. Namun, pikirannya sesaat berubah ketika manakala ia membaca sepucuk surat dari Pak Etek Gindo. Di surat tersebut, Pak Etek Gindo mengatakan bahwa ia punya seorang kenalan yang merupakan alumnus dari sebuah Pondok Madani yang ada di Jawa Timur. Dikatakannya pula, bahwa disana, para santri diajarkan bahasa Arab dan Inggris hingga fasih. Mereka tinggal di asrama dan diajarkan pula kedisiplinan. Pak Etek Gindo mencoba mencarikan jalan keluar atas permasalahan yang tengah dihadapinya untuk melanjutkan pendidikan. Pada akhirnya, Alif menemukan sebuah jawaban yang sesungguhnya masih setengah hati dengan keputusan yang ia ambil. Alif mau melanjutkan ke sekolah agama, ia mau masuk ke pondok. Tai bukan pondok yang ada di Bukittinggi atau yang ada di Padang, tapi pondok yang telah diceritakan Pak Etek Gindo di suratnya.

Setelah perbincangan yang cukup alot, akhirnya amak dan ayah mengizinkan Alif untuk melanjutkan sekolahnya ke Pondok Madani (PM) yang ada di Jawa Timur. Perjalanan untuk memulai kehidupan baru dilaksanakan. Selama kurang lebih tiga hari, Alif dan ayahnya melakukan perjalanan mulai dari Bayur, kota kelahirannya hingga tiba di Jawa Timur. Selama perjalanan, Alif masih dilanda rasa bimbang. Antara keyakinannya untuj melanjutkan sekolah yang jauh berada di tanah Jawa sana ato kembali lagi ke kampung halamannya. Ia masih setengah hati. Apalagi ia dengar, Randai berhasil masuk ke SMA yang sama-sama mereka impikan. Namun waktu tak dapat di putar mundur. Akhirnya, Alif pun memantapkan niatnya untuk menuntut ilmu di PM.

PM memiliki sistem pendidikan 24 jam. Aturannya pun cukup ketat. Dalam pergaulan percakapan sehari-hari, santri dilarang menggunakan bahasa Indonesia, melainkan dengan berbahasa Arab atau berbahasa Inggris. Di PM, siswa baru disambut dengan kehangatan. Tes masuk yang Alif lakukan, ternyata membuahkan hasil yang memuaskan. Ia berhasil tercatat sebagai salah satu dari ratusan siswa lain yang lulus sebagai siswa baru di PM. Dan inilah babak baru kehidupan Alif yang jauh dari orang tua, serta bagaimana ia bisa meneguhkan niat agar bisa berhasil menjalankan pendidikan yang sedari awal hanya setengah hati itu.

Di PM, Alif banyak mendapatkan teman dari penjuru negeri yang ada di Indonesia. Namun hanya ada beberapa saja yang akrab dengannya, yaitu Atang, dari Bandung, Baso dari Sulawesi, Raja dari Sumut, Said dan Dulmajjid dari Surabaya. Dan mereka pun pada akhirnya menAmakan diri sebagai Sahibul Menara karena suka berkumpul di sebuah ruang yang ada di bawah menara masjid yang ada dalam kawasan PM.

Banyak kenangan yang tak terlupakan saat Alif dan kawan-kawan belajar disana. Belum lagi mereka pernah sama-sama menerima hukuman karena terlambat ke masjid, dan hal-hal lainnya. Semangat kesatuan dan persaudaraan sangat lekat diantara para Sahibul Menara. Hingga sebuah keputusan yang sangat sulit diambil oleh Baso. Baso memilih untuk pulang kembali ke kampungnya karena neneknya sakit. Sebab, hanya neneknya seorang itu keluarga yang ia miliki. Ayah dan ibunya telah lama pergi. Padahal, mereka telang menginjak tahun terakhir. Baso pula yang sangat memberikan pengaruh yang cukup besar dalam meningkatkan semangat Alif. Baso sangat pintar. Dan ia rela membantu teman-temannya dalam belajar. Kahilangan Baso, bagaikan kehilangan gigi dalam geraham yang cukup mempengaruhi untuk makan.

Perjuangan selama enam tahun terbaya sudah. alif lulus dengan nilai yang cukup memuaskan. Niatan awalnya untuk ikut menyusul Baso keluarga dari PM guna mengikuti ujian penyetaraan agar bisa masuk universitas, cukup membuat amaknya sedih. Padahal, amak dan ayahnya telah memikirkan sebuah rencana untuknya. Setelah dibujuk dan diberi pengertian, Alif pun menurut untuk menyelesaikan pendidikannya di PM. Meskipun sesungguhnya ia iri luar biasa karna Randai telah berhasil terdaftar menjadi mahasiswa ITB. Kampus idaman Alif dan Randai sejak kecil.

Tapi Tuhan punya cerita lain dalam perjalanan hidupnya. Hingga kini, ia menjadi orang yang berhasil. Bahkan lebih dari apa yang ia impikan.

Gila, cerita ini sebenarnya hampir mirip dengan apa yang terjadi sama aku. Kalo Alif telah merancang cita-cita jikalau lulus dari MTs, ia ingin masuk SMA dan lanjut lagi kuliah aga bisa seperti Habibie, idolanya. Namun, rencananya berantakan karena amaknya tak menyetujui. Sedang aku, aku juga pengen masuk SMA favorit yang aku idamkan sejak lulus dari SD. Tapi apa mau dikata, sebab papa kini hanya tinggal sendiri dalam mengasuh aku dan adek, papa pun terbujuk untuk mengikuti saran maktuo (kakak kandung perempuan papa) supaya aku ikutan tes sekolah kesehatan. Padahal, mana pernah hal itu mampir dalam benakku. Pas pengumuman hasil tes, ternyata aku lulus. Dan ngga taunya, aku juga diterima di SMA yang jadi incaranku sejak lama. Namun, aku harus mengalah. Maktuo bersikeras agar aku sekolah di sekolah kesehatan itu. Jadilah aku luntang lantung dengan segala pelajaran yang lumayan jauh berbeda dengan apa yang sahabatku lainnya pelajari.

Kalo Alif sempat berniat buat keluar dari PM, aku juga sempat berniat seperti itu. aku pengen keluar dari sekolah itu. Pas aku utarain hal ini dengan papa, papa setuju aja. Ngga ada banyak sanggahan. Tapi pada akhirnya, papa menyuruh aku untuk berfikir kembali. Soalnya, aku udah kepalang tanggung. Bentar lagi mau lulusan. Terus, dipikir-pikir lagi, pelajaran yang diajarkan antara SMA dan sekolahku itu, jauh beda banget! Tar yang ada aku malah bisa ngga lulus dari SMA biasa. Alhasil, aku membatalkan niat tersebut. Tapi ujung-ujungnya, karena dari awal emang udah ngga niat, aku malah seolah tak terlalu peduli dengan ilmu yang mereka berikan. Targetku hanya satu, cepat lulus! Titik! Dan kembali ke duniaku yang sebenarnya. Selama sekolah, aku juga ngga punya banyak waktu untuk bermain seperti Alif. Meskipun bukan tinggal di asrama. Pelajaran yang ada terlalu berat. Sedangkan aku cuma punya kemampuan yang standar. Rasanay menyiksa!

Tapi untungnya, semua telah berlalu. Tak pula kau sesali sepenuhnya. Justru dari apa yang aku jalani, aku punya cerita seru yang beda dari yang lain. Sekarang, aku bisa kembali melanjutkan pendidikanku. Meskipun target utama pengen masuk Psikologi, tapi ngga apalah kalo ujung-ujungnya masuk FKIP. Tapi jangan salah, saat ini FKIP jadi idola banyak orang! Karna gaji guru zaman sekarang gede bo'! Makanya pada banyak yang berbondong-bondong mendaftar.

Tapi, aku jadi sanagt termotivasi dengan segala isinya. Mulai dari persahabatan yang Alif jalani, sampai dengan bagaimana gigihnya ia untuk tetap bisa menggapai cita-citanya, bahkan lebih!

Perjalanan yang Alif lakukan agaknya telah lebih dahulu dari pada aku. Apa yang terjadi padaku sepertinya belum seberapa untuknya. Tapi makasih banget Uda Alif. Semoga kobaran semangat yang ada dalam dirimu bisa ikut menularkan semanagt padaku. Amin...

"Man jadda wajada"

No comments:

Post a Comment

Jangan sebut kami BENGAK!

hari ini, dengan lantangnya, ia berkata, "Guru-guru di sini bengak !" aku yang hanya bisa mendengarkan dari dalam ruang guru, ter...