Monday, September 24, 2012

tradisi tutur lisan

hari yang panjang rasanya. mau ga mau harus betah duduk sambil mendengerkan seminar mengenai seni tradisi lisan. suatu hasil budaya yang mulai terlupakan.
mengenai seni budaya, memang aku menyukainya. apalagi beberapa waktu ini, aku mulai bergelut dengan duania yang membuat aku mulai melek sama budaya yang -banyak- terlupakan. tentang suara hati yang mulai tak terdengar. tentang keluh kesah yang hanya terbawa angin lalu. tentang perjuangan panjang yang kurang dihargai. berat, bahkan sangat berat. seperti itu yang saat ini terjadi.
pagi ini, dengan kemeja batik dan celana panjang hitam, aku udah siap buat jalan ke ratu hotel & resort. yang kalo dulunya cukup dibilang hotel ratu aja. namun seiring perkembangan zaman dan trend kebarat-baratan, jadi begitulah nyebutnya. sekiranya pukul 8 lewat, nyampe sana dan langsung ke TKP. semangat pagi ini buat ngikutin acara yang dinamai Seminar Nasional Tradisi Lisan dengan tema "Menyadarkan Masyarakat Akan Manfaat Tradisi Lisan". dari tema kegiatan, sepertinya bakalan berat banget nih bahasan. dan kenyataannya, ga meleset. pembiacara initinya aja langsung dari ketua ATL dan juga ka. lembaga sensor film RI (meskipun kurang paham juga sih kaitannya apa sama tradisi lisan, tapi, terserah deh).
sebagai bentuk hasil nyata mengenai tradisi lisan, ditampilkan pada awal acara kesenian Senandung Jolo, Krinok, dan Bekeba -yang mainin alhamdulillah kenal dan cukup tau mereka-
Senandung Jolo dihadirkan dengan nuansanya yang statis, terus berganti dengan Krinok yang sedikit ramai, dan terakhir ditutup dengan Bekeba sambil menyinggung mengenai Jambi yang berhasil menduduki peringkat 5 sebagai lokasi terkorup di Indonesia (ampun deh!)
saat penampilan beberapa seni itu, aku peratiin banyak banget ekspresi yang sulit untuk dikatakan dari para peserta seminar. ada yang wajah bingung, ada yang kagum, ada yang biasa aja, rupa-rupa bentuknya deh.
acara inti dimulai. sesi penyajian dibagi dua kali. sesi pertama diisi oleh ibu Pudentia selaku ka. Asosiasi Tradisi Lisan (ATL) yang membahas mengenai 'pengelolaan warisan budaya' terus sama bapak Muklis PaEni selaku ka. lembaga sensor RI yang memebeberkan materinya mengenai 'budaya daerah sebagai deposit ekonomi kreatif.'
sesi selanjutnya, sesi siang setelah isoma, diisi oleh bapak Yon Adlis selaku ka. kantor bahasa Jambi yang membahas mengenai 'kantor bahasa provinsi Jambi dalam mengelola sastra daerah dan tradisi lisan' serta terakhir datang dari perwakilan dinas pendidikan prov. Jambi yang membawa cerita mengenai 'arah kebijakan pemerintah dalam upaya revitalisasi tradisi lisan'. meskipun panjang x lebar mereka membahas, ditambah lagi dengan diskusi, aku hanya bisa menarik kesimpulan yang konkrit aja, intinya,
1. tradisi lisan itu ga banyak dikenal orang
2. tradisi lisan tak terjamah
3. belum ada perhatian khusus untuk regenerasi
4. belum adanya keseriusan dari pihak yang berwenang
5. masih terikat akan peraturan adat (jadi, ada kesenian yang ga bisa sembarangan untuk ditampilkan)
gitu deh kalo menurut aku. sedang jika ada pandangan lain, ya terserah juga bagi mereka yang punya pandangan berbeda. tapi yang pasti, aku harap akan ada kabar baik untuk kesenian yang 'terancam' ini.



No comments:

Post a Comment

Jangan sebut kami BENGAK!

hari ini, dengan lantangnya, ia berkata, "Guru-guru di sini bengak !" aku yang hanya bisa mendengarkan dari dalam ruang guru, ter...