Wednesday, April 18, 2012

punah teracuhkan

“Apo yang bagus dari Jambi ko? Cayo dak kalo dak tek hal yang bagus!” Mengerikan jika harus mendengarkan pernyataan demikian. Padahal, yang mengucapkan pernyataan itu sudah barang tentu orang Jambi, meskipun tidak 100% asli Jambi. Tapi, bukankah itu sama halnya dengan mengecilkan negeri sendiri? Jelas sebuah pepatah mengatakan, “Dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung.” Sudah barang tentu, semua harus bisa mencintai tanah tempatnya berpijak.

Jika ditelusiri dengan seksama, sesungguhnya ada beragam jenis hasil seni budaya yang berasal dari negeri Sepucuk Jambi Sembilan Lurah ini. Ada kesenian dari bidang musik, tari, permainan tradisional, batik, dan masih banyak lainnya. Namun sayangnya, sejauh ini masyarakat Jambi pada umumnya tak begitu memahami hal tersebut. Hanya segelintir orang saja yang mau peduli dan mencoba untuk mengapresiasikan seni budaya tersebut.
Mencoba untuk membangkitkan kembali rasa kecintaan masyarakat akan kesenian yang ada di Jambi, pemerintah pada bulan Januari lalu, tepatnya pada saat memperingati HUT Provinsi Jambi yang ke-55, mengadakan semacam pentas seni budaya yang digelar di GOS Kotabaru. Beragam kegiatan seni dan budaya dipentaskan dalam kegiatan tersebut. Hal tersebut dimaksudkan agar masyarakat tahu dan pada akhirnya bisa mengapresiasikan kesenian yang ada di Jambi ini. Namun kenyataannya, tak banyak yang bisa memahami dan mengerti akan hal tersebut.
Terlalu jauh jika membicarakan hal ini berkenaan dengan kondisi masyarakat Jambi pada umumnya, sedang anak mudanya saja tidaklah terlalu peduli dengan semua itu. Tapi, mereka justru akan berlaku sebaliknya, jikalau mereka berniat untuk ikut dalam suatu ajang pemilihan. Sebagai contoh, seorang mahasiswa yang berniat untuk ikut kegiatan pertukaran pelajar ke luar negeri, secara pontang-panting akan berusaha mencari tahu berbagai macam jenis kegiatan seni budaya yang berasal dari Provinsi Jambi, karena hal tersebut menjadi salah satu persyaratan dan penilaian dalam ajang itu. Sungguh miris! Apakah harus dengan hal yang seperti itu supaya kawula muda Jambi, khususnya para mahasiswa, mau mempelajari dan mengapresiasikan seni budaya yang berasal dari Jambi? Jika tidak dengan terpaksa, mereka ogah untuk menelusuri keberagaman seni budaya daerah sendiri.
Tak bisa menyalahkan mereka secara langsung atas perkara tersebut. Banyak faktor yang turut melatarbelakanginya, seperti salah satunya mengenai lingkungan pergaulan mereka. Bisa dikatakan, itu menjadi faktor pendukung yang cukup memberikan pengaruh selain faktor utama dari lingkungan keluarga sendiri. Sebab, lingkungan belajar yang paling dekat dengan seseorang pastinya lingkungan keluarganya sendiri.
Jika memang ingin menunjukkan rasa cinta terhadap seni budaya yang dimiliki oleh negeri sendiri, tak pula harus terus memaksakannya untuk terus ikut bersama kita kemanapun pergi. Bersikap yang sewajarnya saja. Hal yang paling mudah untuk menunjukkan rasa cinta serta penghargaan dan bentuk kecil apresiasi terhadap hasil seni budaya dari negeri sendiri misalnya dengan menggunakan batik. Mudah dan tetap bisa memberikan kesan fashionable. Karena  sekarang ini, para kawula muda sangat memperhatikan tren mode masa kini. Jika tak bisa mengikuti perkembangan zaman atau bergaya ala zaman baheula, pasti akan ditertawakan. Suatu kondisi yang sangat sulit. Ingin mencintai seni budaya negeri malah mendapat cemooh dari teman.
Meskipun saat ini telah banyak tangan-tangan kreatif yang bisa menyulap segalanya menjadi lebih menarik, tapi tak semua kalangan masyarakat bisa menerimanya. Masih ada yang menganggap itu kampungan, ga gaul, atau kata anak muda sekarang, kamseupay! Tanggapan negatif serupa itu bisa jadi menyurutkan niat dari sebahagian masyarakat lain yang ingin mengapresiasikan kecintaan mereka terhadap hasil seni budaya. Jelas, pengaruh lingkungan sekitar sangat memberikan pengaruh yang cukup kuat.
Bisa dikatakan, sesungguhnya mahasiswa bisa jadi motor penggerak utama dalam hal ini. Namun sekali lagi, bentuk apresiasi terhadap kebudayaan tak bisa dipaksakan begitu saja. Harus ada kesadaran dari diri sendiri. Hanya saja, jika yang muda sudah mulai mengacuhkan, sulit bagi yang tua untuk bisa mewarisi apa yang telah menjadi tradisi.

No comments:

Post a Comment

Jangan sebut kami BENGAK!

hari ini, dengan lantangnya, ia berkata, "Guru-guru di sini bengak !" aku yang hanya bisa mendengarkan dari dalam ruang guru, ter...