Sunday, November 14, 2010

Alih Kode dan Campur Kode Dalam Masyarakat Bilingual

Bahasa merupakan alat komunikasi masyarakat. Bahasa memegang peranan penting sebagai alat interaksi antar masyarakat. Bahasa dan masyarakat merupakan dua unsur yang sangat erat dan tidak dapat dipisahkan. Dengan kondisi multilingual yang ada di Indonesia, sangat dimungkinkan bila suatu masyarakat menguasai lebih dari satu bahasa. Karena bahasa yang beragam tersebut, menyebabkan timbulnyaalih kode dan campur kode.

Suwito (1983:39) menunjukkan bahwa apabila terdapat dua bahasa atau lebih digunakan secara bergantian oleh penutur yang sama, akan terjadi konta bahasa. Kontak bahasa pun bila terus saling ketergantungan maka dapat menimbulkan gejala alih kode. Kebiasaan masyarakat menggunakan dua bahasa sekaligus dalam berinteraksi tanpa ada situasi yang menuntut percampuran itu, mengakibatkan terjadinya percampuran dua bahasa yang disebut campur kode.

Alih Kode

Alih kode dan campur kode terjadi karena adanya penguasaan bahasa ibu (B1) dan penguasaan bahasa kedua (B2). Namun, dua hal tersebut justru juga mendatangkan manfaat tersendiri, antara lain kita dapat mengetahui bagaimana peranan dan manfaat alih kode dan campur kode dalam kehidupan sehari-hari, untuk memahami dan mengetahui bagaimana terjadinya alih kode dan campur kode, untuk mengembangkan pengetahuan tentang alih kode dan campur kode serta memperkaya khazanah perpustakaan sosiolinguistik khususnya mengenai alih kode dan campur kode.

Pergantian bahasa disebut dengan alih kode (code switching) yang merupakan suatu gejala perhatian bahasa yang digunakan oleh seseorang uang bilingual karena adanya situasi yang menuntut oang tersebut untuk berbuat demikian (Andiopenta, 2007:120). Dan seseorang dapat dikatakan menguasai suatu bahasa bila ia dapat beralih kode sewajarnya.

Konsep alih kode mencakup juga kejadian dimana kita beralih dari satu ragam fungsiolek ke ragam lain atau dari satu dialek ke dialek lain. Alih kode biasanya berkaitan dengan peralihan sikap hubungan antara penutur dan petutur dalam suatu masyarakat. Gejala alih kode semacam ini timbul karena faktor komponen bahasa bermacam-macam.

Adapun beberapa faktor terjadinya alih kode menurut Andiopenta (2007: 123) dilihat secara umum diantaranya ialah:

a. Pembicara atau penutur yang melakukan alih kode untuk mendapatkan “keuntungan” dari tindakannya.

b. Pendengar atau lawan tutur dpat menyebabkan terjadinya alih kode, misalnya karena sipenutur ingin mengimbangi kemampuan berbahasa di lawar tutur.

c. Perubahan situasi berbicara dapat menyebabkan alih kode.

d. Perubahan dari formal ke informal atau sebaliknya.

e. Perubahan pembicaraan, misalnya dari percakapan antara sekretaris dengan atasannya, berubah topik ke pembicaraan pribadi dari penggunaan bahasa Indonesia ke bahasa daerah.

f. Terjadinya alih kode juga menyebabkan verbal repetoire yang terdapat dalam suatu masyarakat tutur serta bagaimana status sosial yang dikenakan oleh penutur terhadap bahasa atau ragam bahasa yang terdapat dalam masyarakat tutur itu.

Campur Kode

Campur kode didefinisikan sebagai penggunaan lebih dari satu bahasa atau kode dalam satu wacana menurut pola-pola yang masih belum jelas (Nababan dalam Arthur Yap, 1978: 125). Pola-pola yang masih belum jelas ini dimaksud ialah percampuran dua bahasa atau lebih tanpa suatu tuntutan campuran bahasa tetapi yang perlu diperhatikan ialah kesantaian penutur atau kebiasaannya dituruti. Hal ini bisa saja terjadi saat kita berbicara menggunakan bahasa Indonesia terkadang terjadi pencampuran atau serpihan bahasa daerah.

Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya campur kode menurut Andiopenta (2004: 42) diantaranya ialah:

a. Kedwibahasaan dalam masyarakat, yang tak hanya menyebabkan campur kode tetapi juga terjadinya alih kode, interferensi, dan integrasi.

b. Keinginan untuk memperlihatkan identitas atau kedudukan, karena ingin dianggap terpelajar.

c. Kebiasaan penutur karena sering menggunakan B1 dan B2.

d. Ketidaktepatan ungkapan sehingga berbagai bentuk campuran kode muncul.

Antara alih kode dan campur kode sebenarnya memiliki sifat yang sama yaitu sama-sama terjadi pada masyarakat tutur bilingualisme, menggunakan dua bahasa dalam berkomunikasi. Akan tetapi untuk lebih mudahnya membedakan antara keduanya, maka akan dilihat sebagai berikut:

a. Dalam alih kode, setiap bahasa atau ragam bahasa yang digunakan itu masih memiliki fungsi otonomi masing-masing, dilakukan dengan sadar dan sengaja dengan sebab tertentu.

b. Dalam suatu peristiwa tutur terjadi peralihan dari satu klausa atau klausa bahasa lain, maka peristiwa yang terjadi adalah alih kode.

c. Menurut Fasol (1984), apabila satu klausa jelas-jelas memiliki struktur gramatikal satu bahasa dan klausa berikutnya disusun menurut struktur gramatikal satu bahasa dan klausa berikutnya disusun menurut struktur gramatikal bahasa lain, maka peristiwa yang terjadi adalah alih kode.

d. Haryono mengatakan bahwa untuk menentukan beda peristiwa alih kode dan campur kode memang tidak mudah, dalam peristiwa tutur itu, bila mau dikatakan telah terjadi alih kode berdasarkan rumusan yang telah dibicarakan adalah tidak mudah, sebab peralihan yang terjadi tidak ada sebabnya, kecuali kemampuan para partisipan terhadap ragam formal bahasa Indonesia yang masih rendah.

e. Alih kode terjadi karena adanya situasi yang menuntut.

Sedangkan perbedaan yang tampak dari keduanya adalah:

a. Campur kode, utama atau kode dasar yang digunakan dan memiliki fungsi dan keotonomiannya, sedangkan tutur itu hanya berupa serpihan saja, tanpa fungsi atau keotonomian sebagai kode.

b. Campur kode dalam suatu peristiwa tutur klausa-klausa maupun frasa-frasa yang digunakan terdiri dari klausa dan frasa campuran, dan masing-masing frasa atau klausa itu tidak lagi mendukung fungsi sendiri-sendiri.

c. Kalau seseorang menggunakan satu kata atau frasa dari satu bahasa telah melakukan campur kode (Fasold).

d. Campur kode tidak ada situasi yang menuntut, karena campur kode merupakan kebiasaan.

Dari penjabaran yang ada, dapat diambil kesimpulan bahwa alih kode dan campur kode disebabkan penggunaan dua bahasa oleh penutur atau bisa disebut bilingualisme.

Alih kode disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya pembicara/penutur, pendengar/mitra tutur, perubahan situasi, dan perubahan topik. Yang menjadi bahasan alih kode adalah setiap bahasa masihmemiliki fungsi otonomi masing-masing, dalam tutur terjadi peralihan dari satu klausa ke klausa bahasa yang lain, klausa memiliki struktur gramatikal satu bahasa, dan adanya situasi yang menuntut.

Sedangkan campur kode adalah penggunaan lebih dari satu bahasa atau kode dalam satu wacana menurut pola-pola yang masih belum jelas. Faktor yang menyebabkan terjadinya campur kode yaitu kedwibahasaan dalam masyarakat, keinginan untuk memperlihatkan identitas, kebiasaan penutur dan ketidaktepatan ungkapan.

Batasan antara campur kode dan alih kode ialah tuturan hanya berupa serpihan-serpihan, telah menggunakan satu kata atau frasa dan tidak ada situasi yang menuntut.


Dikutip dari berbagai sumber

1 comment:

Jangan sebut kami BENGAK!

hari ini, dengan lantangnya, ia berkata, "Guru-guru di sini bengak !" aku yang hanya bisa mendengarkan dari dalam ruang guru, ter...